Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Pengaturan Kewarganegaraan

Pengaturan kewarganegaraan diatur dalam Pasal 26 UUDNRI 1945: 1. Yang menjadi warga negara adalah orang-porang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. 2. Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan UU. Atas dasar ini maka dikeluarkan UU No. 3 tahun 1946. Maka asas yang dipakai adalah Ius soli dan Kesatuan Hukum. Namun kemudian dirubah dengan UU No. 6 Tahun 1947, dimana ditambahkannya klasifikasi WNI yaitu : badan hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku dalam negara Indonesia dan bertempat kedudukan di dalam wilayah negara Indonesia. Kemudian dirubah lagi dengan UU No. 8 Tahun 1947 dan UU No. 11 tahun 1948 dimana kedua UU ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada mereka yang ingin menggunakan hak repudasinya sampai dengan 17 Agustus 1948. Semenjak 27 Desember 1949, RI berubah menjadi salah satu bagian dari RIS, dan berlakulah KRIS. Asas yang dipakai adalah Ius Soli. Masalah kewarganegaraannya

Masalah Kewarganegaraan

Masalah kewarganegaraan terjadi apabila dua negara menganut asas kewarganegaraan yang berbeda.Perbedaan asas yang dianut oleh suatu negara inilah yang menimbulkan masalah kewarganegaraan,baik Bipatride dan Apatride. Berikut penjelasan tentang Bipatride dan Apatride. a. Dwikewarganegaraan (Bipatride) Bipatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut ius sanguinis lahir di negara lain yang menganut asas ius soli, maka kedua negara tersebut menganggap bahwa anak tersebut sebagai warga negaranya. b. Tanpa Kewarganegaraan (Apatride) Apatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut asas ius soli lahir di negara yang menganut asas ius sanguinis. Anak tersebut tidak akan mendapatkan kewarganegaraan. contoh yang dapat mengganggu kewarganegaraan antara lain : A. Perkawinan Campuran Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimak

Pendidikan Kewarganrgaraan

Latar Belakang diadakannya kewarganegaraan adalah bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi untuk mengisi kemerdekaan kita memerlukan perjuangan nono fisik sesuai dengan bidang profesi masing – masing. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai – nilai perjuangan bangsa sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. Dengan itu kita sebagai generasi muda diharapkan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan, wawasan nusantara serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa sebagai calon sarjana yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni. LANDASAN HUKUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Adapun landasan hukum yaitu s

Kewarganegaraan

Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya. Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negar