pengaruh penyaluran kredit terhadap umkm kreatif
I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif sesuai
dengan Instruksi Presiden No 6/2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Tahun
2009-2015.
Bank Indonesia menyebutkan penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah
kepada sektor industri kreatif berkisar 17,4% atau relatif kecil dibandingkan
dengan non industri kreatif.
Data BI mencatat penyaluran kredit untuk industri
kreatif per Agustus 2014 senilai Rp115,4 triliun (17,4%), sedangkan kredit
non-industri kreatif Rp535,8 triliun (82,6%). Sementara kredit untuk sektor
kerajinan Rp52,7 triliun (46,8%), fesyen Rp26,3 triliun (23,3%) dan desain
senilai Rp14,8 triliun (13,1%).
Berdasarkan komposisi usaha di Indonesia untuk
industri kreatif hanya 9,67%. Oleh karena itu, perbankan perlu mendorong
penyaluran kredit supaya industri ini berkembang pesat.
Program BI tahun depan yakni memberikan pelatihan
pencatatan keuangan. Dalam hal ini, para pelaku UMKM diajari untuk menggunakan
metode keuangan secara baik.
Pencatatan keuangan bagi industri kecil, sangat
penting mengingat perbankan akan menyalurkan kredit dengan mengecek terlebih
dulu sejauh mana perusahaan itu dapat membuat neraca keuangan, rugi-laba, cash
flow, cash in, dan cash out flow.
Perbankan tidak semudah memberikan kredit kepada
perusahaan besar dengan manajemen keuangan yang sudah tertata rapi.Jika
pencatatan keuangan sudah rapi, diyakini bank akan segera menyalurkan kredit.
Karena bank sudah tahu siapa saja yang layak diberikan kredit.
Program BI dalam pencatatan keuangan bagi industri
kecil atau industri kreatif akan direalisasikan dengan menggandeng dengan
beberapa universitas.Rencananya, program tersebut akan dibuat silabus khusus
untuk mempermudah pelaku UMKM memahaminya.
Selanjutnya diharapkan porsi penyaluran kredit bagi industri kreatif
semakin besar.Step by step akan didorong pelaku industri kecil untuk
memperbaiki manajemen keuangan.Kontribusi industri kreatif terhadap produk
domestik bruto Indonesia meningkat setiap tahun.
Pada 2010-2013 industri ini merupakan penyumbang PDB
ketujuh dari 10 sektor ekonomi atau 7,05% setara dengan Rp641,8 miliar.
Adapun dari 15 subsektor industri kreatif yang
memiliki nilai tambah bruto terbesar yakni kuliner senilai Rp208,6 miliar
(32,51%) dan terendah pasar seni dan barang antik dengan kontribusi NTB senilai
Rp2,01 miliar.Ekonomi kreatif sudah ada sejak lama. Namun perhatian pemerintah
baru digarap serius pada 2004 atau era mantan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Indonesia juga
telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional.
Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri,
perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai terhenti
aktifitasnya pada tahun 1998. Namun, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat
bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat krisis
moneter pada berbagai sektor ekonomi. Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten
dalam perekonomian nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan
lapangan pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat
karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan,
keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit
serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang peranan
penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah
usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi
nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto.
Pada pemerintahan baru, akan dibentuk suatu badan atau
wadah yang menangani dan mengelola ekonomi kreatif se-Indonesia.Di mana badan
itu bertanggungjawab langsung kepada Presiden Joko Widodo.
Semoga
dengan pemerintahan baru ini, ekonomi kreatif mendapatkan perhatian penuh.
2.1.3
Peranan UMKM di Bidang Sosial
Sulistyastuti
(2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi
ketimpangan pendapatan, terutama di negaranegara berkembang. Peranan usaha
kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya
beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih
tinggi. Selain itu, usaha kecil juga 17 menyediakan bahan baku atau jasa bagi
usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM
adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan
dasar rakyat.
2.1.4.
Ekonomi Kreatif Era ekonomi
kreatif
merupakan pergeseran dari era ekonomi pertanian, era industrialisasi, dan era
informasi. Departemen perdagangan (2008) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai
wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas,
yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang
berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Peran besar
yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang
bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau
talenta, dan kreativitas.
Ekonomi
kreatif terdiri dari kelompok luas profesional, terutama mereka yang berada di
dalam industri kreatif yang memberikan sumbangan terhadap garis depan inovasi.
Mereka seringkali mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan mendapatkan pola
yang menghasilkan gagasan baru. Claire (2009) menulis tentang bagaimana
menumbuhkan ekonomi kreatif di Tacoma, USA dengan menggunakan sebuah eksperimen
yang diberi nama “Tacoma Experiment”. Dalam eksperimen ini direkrut 30 orang
dengan latar belakang profesi dari berbagai bidang, diantaranya adalah dari
bidang bisnis, pemerintahan, pendidikan, pekerja seni, dan bidang non-profit
untuk bekerja selama setahun. Proses proyek eksperimen ini lebih kepada
bagaimana 30 orang tersebut saling menjaga komunikasi antara satu dengan
lainnya sehingga tercipta hubungan yang baik antara masing-masing orang.
Inti dari
penelitian tersebut adalah sharing atau saling bertukar ide dan informasi antar
individu dapat meningkatkan nilai kreativitas seseoarang. Nilai kreatifitas
seseorang diyakini akan meningkat dengan adanya komunikasi tersebut. Hal ini
sesuai dengan tujuan penelitian tersebut yang ingin menunjukkan bagaimana
sebuah kota dapat menyatukan orang-orang dari berbagai bidang profesi,
pebisnis, pemerintah, serta sektor-sektor non profit dalam menciptakan ekonomi
kreatif yang lebih kuat. Penelitian tersebut cukup memberikan gambaran mengenai
pengembangan ekonomi kreatif.
Togar (2008)
menambahkan situasi bisnis yang persaingannya paling kejam tergambarkan kepada
kita dalam ekonomi kreatif. Apabila ingin terus tumbuh dan berkembang, kelas
kreatif di tidak pernah berpuas diri dan selalu mencari jalan untuk berinovasi.
Kepandaian dalam membaca peluang, kecepatan menghadirkan produk dalam merebut
peluang, kecermatan dalam memperhitungkan tingkat risiko berikut dengan rencana
cadangan, kemampuan berkolaborasi dengan pihak lain, dan siasat yang jitu dalam
menghadapi persaingan merupakan kunci sukses dalam industri ini. Oleh karena
itu, ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai sistem transaksi penawaran dan
permintaan yang bersumber pada kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh sektor
industri yang disebut Industri Kreatif.
Industri
kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Istilah
industri kreatif sendiri memiliki definisi yang beragam. Definisi industri
kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam
industri kreatif adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force dalam Primorac
(2006) :
“Creative
Industries as those industries which have their origin in individual
creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job
creation through the generation and exploitation of intellectual property and
content”.
Departemen
Perdagangan (2008) mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang
berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan
pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta industri tersebut. Klasifikasi industri
kreatif yang ditetapkan oleh tiap negara berbeda-beda. Tidak ada benar dan
salah dalam pengklasifikasian industri kreatif. Hal tersebut tergantung dari
tujuan analitik dan potensi suatu negara. Industri kreatif terbagi menjadi 14
sektor antara lain periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan,
desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni
pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak,
televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya.
Kathrin
Muller, Christian Rammer, dan Johannes Truby (2008) mengemukakan tiga peran
industri kreatif terhadap inovasi ekonomi dalam penelitiannya di Eropa. Yang
pertama, industri kreatif adalah sumber utama dari ide-ide inovatif potensial
yang berkontribusi terhadap pembangunan/inovasi produk barang dan jasa. Kedua,
industri kreatif menawarkan jasa yang dapat digunakan sebagai input dari
aktivitas inovatif perusahaan dan organisasi baik yang berada di dalam
lingkungan industri kreatif maupun yang berada diluar industri kreatif.
Terakhir, industri kreatif menggunakan teknologi secara intensif sehingga dapat
mendorong inovasi dalam bidang teknologi tersebut. Industri 20 kreatif
digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang berkeyakinan penuh pada kreativitas
individu.
Industri
kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena memiliki beberapa alasan.
Pertama, dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan seperti
peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor, dan sumbangannya terhadap
PDB. Kedua, menciptakan iklim bisnis positif yang berdampak pada sektor lain.
Ketiga, membangun citra dan identitas bangsa seperti turisme, ikon Nasional,
membangun budaya, warisan budaya, dan nilai lokal. Keempat, berbasis kepada
sumber daya yang terbarukan seperti ilmu pengetahuan dan peningkatan
kreatifitas. Kelima, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan
keunggulan kompetitif suatu bangsa. Terakhir, dapat memberikan dampak sosial
yang positif seperti peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial.
BAB III
METODE PENILITIAN
3.1. Metode
Pendekatan Masalah
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini
dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah
yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara
alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara
peneliti dengan fenomena yang diteliti. Alamiah disini mempunyai arti bahwa
penelitian kualitatif dilakukan dalam lingkungan yang alami tanpa adanya
intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Sangat tidak dibenarkan
untuk memanipulasi atau mengubah latar penelitian (Moleong, 2005). Denzin dan
Lincoln (1994) menganggap metodologi kualitatif mampu menggali pemahaman yang
mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus daripada mendeskripsikan
bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan dalam rangka memahami kondisi UMKM berbasis
ekonomi kreatif secara mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya intervensi
atau manipulasi baik dari penulis sendiri maupun dari pihak lain. Penulis
menggunakan model fenomenologi dalam pendekatan kualitatif dimana model ini
berusaha memahami arti dari suatu peristiwa yang terjadi karena adanya
interaksi dari pihak-pihak yang terlibat, dimana pihak-pihak yang terlibat
tersebut memiliki pemahaman atau interpretasi masing-masing (intersubjektif)
terhadap setiap peristiwa yang akan menentukan tindakannya. Creswell (1998)
menambahkan bahwa dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, model fenomenologi lebih
sesuai dengan pendekatan psikologi yang memfokuskan pada arti pengalaman individual
dari subjek yang diteliti. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk
memahami secara lebih baik dan mendalam tentang kondisi serta permasalahan yang
dihadapi oleh pelaku UMKM berbasis ekonomi kreatif.
Pengembangan
Usaha Kecil Menengah (UKM)
UKM adalah
singkatan dari usaha kecil dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting
dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara
indonesia ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian
masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan
lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja baru
yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah
tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika
dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm ini perlu
perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi
link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya
saing usaha, yaitu jaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan
untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut.
Kinerja
nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat
produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau
diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di
Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah. Hal
ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor pertanian (yang banyak
menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas yang sangat rendah. Bila upah
dijadikan produktivitas, upah rata-rata di usaha mikro dan kecil umumnya berada
dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikan produktivitas sektor mikro dan
kecil yang rendah bila di bandingkan dengan usaha yang lebih besar.
Untuk
meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untuk mengangkat
kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu
yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan
ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan yang berarti tahap penguasaan
teknologi. sebagian terbesar bersifat STATIS atau tidak terkodifikasi dan
dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara
‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini
bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya
mengikuti trajektori tertentu yang khas.
Di antara
berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan
kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini.
Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang
maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih
luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara tetangga kita seperti misalnya cina dan Malaysia. Karena itu
kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena
produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan
berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat
dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif
dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi
sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan
dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.
Ciri-ciri
perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah:
· Manajemen
berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik
dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola
dalam UKM.
Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.
Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.
· Daearh
operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi
luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan.
· Ukuran
perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana
yang kecil Usaha Kecil Menengah tidak saja memiliki kekuatan dalam ekonomi,
namun juga kelemahan, berikut ini diringkas dalam bentuk tabel:
Kekuatan dan
Kelemahan UKM
KEKUATAN KELEMAHAN
· KEBEBASAN
UNTUK BERTINDAK
· MODAL
DALAM PENGEMBANGAN
TERBATAS
TERBATAS
· MENYESUAIKAN
KEPADA KEBUTUHAN SETEMPAT
· SULIT
UNTUK MENDAPATKAN
KARYAWAN
KARYAWAN
· PERAN
SERTA DALAM MELAKUKAN USAHA/TINDAKAN
· RELATIF
LEMAH DALAM
SPESIALISASI
SPESIALISASI
Segala usaha
bisnis dijalankan dengan azas manfaat, yaitu bisnis harus dapat memberikan
manfaat tidak saja secara ekonomi dalam bentuk laba usaha, tetapi juga
kelangsungan usaha. Beberapa faktor penentu keberhasilan usaha adalah:
· Kemampuan
mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perusahaan, baik jangka pendek
maupun panjang.
· Kapabilitas
dan kompetensi manajemen.
· Perusahaan
dapat memenuhi kebutuhan modal untuk menjalankan usaha.
Krisis
global dunia telah menggagalkan, bahkan membangkrutkan banyak bisnis di dunia.
Di tengah krisis global yang melanda dunia tahun 2008-2009, Indonesia menjadi
salah satu negara korban krisis global, walaupun kita telah belajar dari
pengalaman sebelumnya bahwa sektor UKM tahan krisis, namun tetap saja harus ada
kewaspadaan akan dampak krisis ini terhadap sektor UKM,dan ada beberapa
tantangan UKM dalam menghadapi era krisis global yaitu :
· Tidak
adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi.
Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik
sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga
dan kerabat dekatnya.
· Sebagian
besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum.
Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7%
tergolong perusahaan perorangan berakta notaris, dan hanya 1,7% yang sudah
memiliki badan hukum (PT/ NV, CV, Firma, atau koperasi).
· Masalah
utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah tidak terampil
dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi perajin dan pekerja terampil
relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra ekspor mengalami kelangkaan tenaga
terampil untuk sektor tertentu.
· Dalam
bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak
dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu
hambatan dalam melakukan negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri.
Dan salah
satu langkah strategis untuk mengamankan UKM dari ancaman dan tantangan krisis
global adalah dengan melakukan penguatan pada multi-aspek. Salah satu yang
dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Wirausaha dapat mendayagunakan
segala sumber daya yang dimiliki, dengan proses yang kreatif dan inovatif,
menjadikan UKM siap menghadapi tantangan krisis global. Beberapa peran
kewirausahaan dalam mengatasi tantangan di UKM adalah:
1.Memiliki daya
pikir kreatif, yang meliputi:
a) Selalu
berpikir secara visionaris (melihat jauh ke depan), sehingga memiliki
perencanaan tidak saja jangka pendek, namun bersifat jangka panjang
(stratejik).
perencanaan tidak saja jangka pendek, namun bersifat jangka panjang
(stratejik).
b) Belajar
dari pengalaman orang lain, kegagalan, dan dapat terbuka menerima
kritik dan saran untuk masukan pengembangan UKM.
kritik dan saran untuk masukan pengembangan UKM.
2.Bertindak
inovatif, yaitu:
a) berusaha
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam
setiap aspek kegiatan UKM.
setiap aspek kegiatan UKM.
b) Meningkatkan
kewaspadaan dalam menghadapi persaingan bisnis.
3.Berani
mengambil resiko, dan menyesuaikan profil resiko serta mengetahui
resiko dan manfaat dari suatu bisnis. UKM harus memiliki manajemen resiko
dalam segala aktivitas usahanya.
resiko dan manfaat dari suatu bisnis. UKM harus memiliki manajemen resiko
dalam segala aktivitas usahanya.
Sementara
untuk mengatasi masalah yang ada di UKM saat ini, tidak saja dibutuhkan 3 sikap
di atas, namun juga diperlukan langkah-langkah pendukung dari manajemen UKM,
dalam aspek penataan manajemen UKM . Beberapa aspek pengelolaan manajemen UKM
yang harus dibenahi dapat dibuat daftar nya sbb:
key
indicator pengelolaan UKM
· Personil
· Fasilitas
fisik.
· Akuntansi
· Keuangan
· Pembelian
· Pengurusan
barang dagangan
· Penjualan/Marketing
· Advertensi
· Resiko
· Penyelenggaraan
sehari-hari
Banyak text
book yang telah mendefinisikan ciri-ciri kewirausahaan dari berbagai
aspek, semisalnya gender, produk yang dihasilkan, usia, serta profil psikologis, seperti
yang ditulis oleh Griffin & Ebert (2005) dan Boone (2007), yang dapat diringkas sbb:
aspek, semisalnya gender, produk yang dihasilkan, usia, serta profil psikologis, seperti
yang ditulis oleh Griffin & Ebert (2005) dan Boone (2007), yang dapat diringkas sbb:
1.Mempunyai
hasrat untuk selalu bertanggung jawab bisnis dan sosial
2.Komitmen
terhadap tugas
3. Memilih
resiko yang moderat
4.
Merahasiakan kemampuan untuk sukses
5. Cepat
melihat peluang
6. Orientasi
ke masa depan
7. Selalu
melihat kembali prestasi masa lalu
8. Memiliki
skill dalam organisasi
9. Toleransi
terhadap ambisi
10.
Fleksibilitas
tinggi
Memang cukup
berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional.
Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa
pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan,
ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran
dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini
mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik.
Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah:
Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.
Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh
jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi
dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha
kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim
usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam,
pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan
serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Masalahnya
kini, apakah kemitraan hanya sekedar retorika politis semata, ataukah memang
secara kongkrit dan konsisten hendak diwujudkan dengan tindakan nyata? Komitmen
kemitraan dirasakan bagaikan angin segar bagi kebanyakan usaha kecil. Harapan
mereka adalah agar program kemitraan ini tidak hanya seperti angin sepoi-sepoi
yang cepat berlalu. Semoga kemitraan tidak hanya sekedar menjadi mitos.
Berdasarkan
pemaparan UKM dan kewirausahaan di atas, maka penulis mengambilkesimpulan sbb:
•Usaha Kecil
Menegah (UKM) Indonesia telah membuktikan perannya sebagai kontributor
pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan membuktikan diri secarahistoris tahan
terhadap krisis.
•Setidaknya
ada 7 tantangan yang dihadapi oleh UKM dalam krisis finansial global yang dapat
mengancam daya saing dan operasional UKM.
•Aspek
kewirausahaan dapat berperan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi UKM,
yaitu bagaimana UKM harus dapat bertindak inovatif, berpikir kreatif, dan
berani mengambil resiko.
Penulis juga
mengemukakan saran pengembangan UKM sebagai berikut:
•UKM harus memiliki manajemen resiko yang baik dalam rangka pengelolaan usaha, untuk itu disarankan adanya perhatian dan pengelolaan perusahaan berdasarkan kepada resiko yang ada.
•UKM harus memiliki manajemen resiko yang baik dalam rangka pengelolaan usaha, untuk itu disarankan adanya perhatian dan pengelolaan perusahaan berdasarkan kepada resiko yang ada.
•Kewirausahaan
tidak akan berjalan jika tida memiliki sikap mental positif. Olehkarena itu,
pelaku UKM diharapkan memiliki sikap mental positif sebagai syarautama untuk
berpikir kreatif, bekerja secara inovatif, dan berani mengambil resiko.
PENGEMBANGAN
KOPRASI DAN USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH
A.
Kondisi Umum
Pemberdayaan usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan
langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan
perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui
penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat
kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus
terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro
yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan
berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya
efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk
meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan
kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal
yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha
kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi
di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus
keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang
secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif
terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.
Perkembangan
peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh
jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan
nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah
UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri
dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan
jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian
terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta
tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004
jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja
ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari
posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7
persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000.
Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan
jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8
persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.
Berbagai
hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan
UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya
berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan
kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi
UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit
Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai
kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah,
terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu
pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan
pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai
terbentuknya asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya
kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk
KSP di sektor agribisnis, terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM,
serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan
berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut, telah
mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan
lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.
Perkembangan
UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya
peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya
produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM
yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan
teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan
terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar,
serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh
UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang
mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas
formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di
Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan
perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan
usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan,
dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta
kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar
(best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan
organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga
menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan
globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya
tingkat kemajuan teknologi.
Secara umum,
perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan
menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya,
yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif,
rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya
kinerja koperasi.
B.
Sasaran Pembangunan tahun 2006
Sasaran
pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 adalah:
1.
Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah;
2.
Berkembangnya usaha koperasi dan UMKM di bidang agribisnis di perdesaan;
3.
Tumbuhnya wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
4.
Berkembangnya usaha mikro di perdesaan dan/atau di daerah tertinggal dan
kantong- kantong kemiskinan;
5.
Meningkatnya jumlah koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi.
C.
Arah Kebijakan Pembangunan tahun 2006
Kebijakan
pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 secara umum diarahkan untuk
mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan
kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan
perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2006. Dalam
kerangka itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja,
peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha
skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan
masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan.
Dalam rangka
mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan
dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala
mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah
tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro
tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan
pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan
usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan
siap untuk tumbuh dan bersaing.
Pemberdayaan
koperasi dan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan
peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan
kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru
berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan
perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam rangka itu,
UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain
dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan
mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan
kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan,
bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha.
UMKM yang
merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah
salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh
karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus
sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan.
Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya
dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi,
serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan
kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk
unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan
kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan
bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan
untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan
antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/40407/1/UTAMA.pdfhttp://financeroll.co.id/news/penyaluran-kredit-umkm-ke-sektor-industri-kreatif-sekitar-174/
http://www.neraca.co.id/article/51101/UMKM-Hadapi-Beban-Berat
Komentar
Posting Komentar