Analisis tentang hubungan 2 orang dengan budaya berbeda
Pedahuluan:
Pada kesempatan kali ini,saya akan menganalisis dua orang dengan latar
belakang budaya yang berbeda. Analisis ini TIDAK bertujuan untuk melihat siapa
yang lebih baik, namun hanya untuk mengetahui perbedaan karakter masing masing
individu yang tetap dapat menjalin hubungan dengan baik.
Budaya yang dimaksud adalah budaya Jawa dan budaya Minang. Alasan
dipilihnya dua budaya tersdebut karena keduanya sangat mudah dijumpai pada
masyarakat Indonesia. Untuk budaya Jawa
diwakili oleh penulis sendiri dan budaya Minang diwakili oleh sahabat penulis.
Teori :
Alam takambang jadi guru adalah salah
satu filosofi kehidupan yang sangat terkenal di masyarakat Minangkabau.
Filosofi ini sering dianggap sebagai pijakan dasar bagi masyarakatnya dalam
mengembangkan diri baik dalam kekinian maupun di masa yang akan datang.
Taufik Abdullah (1966)
mengartikan alam dalam konteks masyarakat Minangkabau ini, tidak hanya
sekedar lingkungan biotis, tetapi juga dipandangnya sebagai lingkusan
sosial-budaya dan lingkungan pemimiran (ideasional). Dengan kata lain, alam
lebih dipandangnya sebagai ranah (dunia) tempat dimana pergulatan kehidupan dan
pemikiran masyarakatnya ditemukan dan disarikan.
Kebudayaan
Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur
kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus sesuai.
Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari, kalau ada hal
yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat dibicarakan untuk dibetulkan
agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.
Biasanya
yang menganggu keharmonisan adalah perilaku manusia, baik itu
perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia dengan alam. Kalau
menyangkut perilaku manusia dengan alam yang membetulkan ketidakharmonisan
adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab pimpinan masyarakat.
Analisis :
Budaya Minang :
Budaya :
Dalam segi befikir, orang minang selalu menjunjung
tinggi musyawarah. Pada budaya minang ada sebuah semboyan “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” yang artinya adalah
segala macam ketentuan budaya minang mengarah kepada kitab Allah. Budaya adat
masing masing daerah berbeda, tetapi tetap saja mempunyai tujuan yang sama,
Bahasa :
Bahasa yang dipakai seperti “kato mandaki” yang
artinya kepada orang tua, “kato manurun” yang artinya kepada adik, “kato
malereang” yang artinya kepada kakak ipar, “kato mandat” yang
artinya kepada sepupu.
Makanan :
Dalam hal makanan orang minang sangat menyukai
masakan dengan rasa pedas dan penuh dengan rempah rempah. Hal itu bisa
dibuktikan pada beberapa masakan khas dari daerah minang seperti rendang, dendeng batokok, pangek
ikan dan lain lain.
Budaya Jawa :
Budaya:
Dari segi sikap mungkin kebanyakan orang jawa itu terkenal
dengan lemah lembutnya, tutur kata yang sopan tidak menyinggung perasaan orang
lain, lalu biasanya santai tapi rajin dalam mengerjakan sesuatu dan bertanggung
jawab, bila melakukan percakapan pun menggunakan bahasa yang rendah.
Bahasa:
Dari segi bahasanya pun unik, karena memliki konteks
dan arti yang berbeda, contohnya, “saiki” yang artinya sekarang, “pinten”
yang artinya berapa, “kepriben / piye” yang artinya bagaimana, “inyong
/ kulo” yang artinya saya, “jenengan/koe/rika” yang artinya kamu, “ora”
yang artinya tidak, “matur nuhun / suwun” yang artinya terima kasih, “mbuh” yang artinya tidak tahu.
Makanan :
Dalam hal makanan orang jawa sangat menyukai masakan
dengan rasa gurih dan tidak terlalu pedas bahkan cenderung manis. Hal itu bisa dibuktikan
pada beberapa masakan khas dari daerah jawa seperti wajik, gudeg, serabi solo
dan lain lain.
Dalam buku berjudul
“Semerbak Bunga di Bandung Raya” ciptaan Haryoto Kunto, tahun 1986 yang di
dalamnya ada bagian yang menceritakan mengapa orang Jawa suka makanan manis,.dalam
buku tersebut tertulis “Sejak tahun 1710, orang di Pulau Jawa sudah mengolah
tebu menjadi gula. Awalnya penggilingan tebu ini hanya tersebar di sekitar
Batavia(Jakarta). Namun perlahan menyebar hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Salah satu tempat pengolahan tebu adalah milik orang pribumi dan kebanyakan
sisanya dimiliki oleh orang Londo (Belanda, Kompeni, Penjajah)”. Salah 1 bekas
pebrik pengolahan tebu yang paling terkenal di Jawa Tengah berada di kota
Purwokerto. Namun seiring perkembangan zaman pabrik tersebut semakin tidak
terurus dan terkesan angker. monggo sing gareb nguji nyaline iso mlaku mlaku
neng kono.. muehehe..
Referensi :
Djamaris Edwar, 2001, Pengantar Sastra Rakyat
Minangkabau -Ed1, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Kunto Haryoto,1986, Semerbak Bunga di Bandung Raya,
Bandung : PT. Granesia
Purwadi, 2007, Ensiklopedi adat-istiadat Budaya
Jawa, Tangerang : Panji Pustaka
Komentar
Posting Komentar