MANUSIA DAN KEADILAN
Menurut
Aristoteles, Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia.
Keadilan
oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia
sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan
perasaannya dikendalikan oleh akal.
Menurut
Socrates, Keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak
pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Kong
Hu Cu berpendapat bahwa Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah
sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan
kewajibannya.
Menurut
W.J.S Poerwodarminto, kata adil berarti tidak berat sebelah dan tidak semena –
mena serta tidak memihak.
Secara
umum, Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban.
Berdasarkan
kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa
menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan
kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan
memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban
dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
KEADILAN
SOSIAL
Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, keadilan mempunyai arti sifat (perbuatan,
perlakuan dsb ) yang tidak berat sebelah ( tidak memihak ). Sedangkan sosial
berarti segala sesuatu yang mengenai masyarakat, kemasyarakatan atau
perkumpulan yang bersifat dan bertujuan kemasyarakatan (bukan dagang atau
politik).
Makna
Keadilan
Keadilan
memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari berbagai persoalan
juga tidak memihak kepada siapapun.Dan bagi yang berbuat adil merupakan orang
yang bijaksana.
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa; menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan
Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata
maupun dalam tingkah laku sehari-hari.Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut
umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.
Sila
Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab; mengajak masyarakat untuk mengakui
dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat
mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat
dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradap terhadapnya.
sila
Ketiga, Persatuan Indonesia; menumbuhkan
sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut
memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta
loyal terhadap sesama warga negara.
Sila
Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawarahan/perwakilan; mengajak
masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan
pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung bersama sesama warga
atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan masing-masing
sila
Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; mengajak masyarakat
aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan
kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum,
yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat.
MACAM-MACAM
KEADILAN
Keadilan
Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya.Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Than man behind the gun).Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan
Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally).
Komutatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak
adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh
kasus dari Komutatif :
Dr.Sukartono
dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan
tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya,
hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis
saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan
baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai
suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.
KEJUJURAN
Kejujuran
adalah bagian dari harga diri yang harus dijaga karena bernilai tinggi. Kejujuran diikat dengan hati
nurani manusia, dan keduanya itu merupakan anugerah dari Allah Swt. Kejujuran
merupakan sifat manusia sejak awal tetapi untuk digunakan atau tidak suatu
kejujuran itu kembali ke pribadi itu sendiri
Dengan
kejujuran ini sebagai hasilnya manusia meliki kepercayaan dan harga diri yang
tinggi. Dengan kita bicara jujur manusia mendapat kepercayaan dari orang-orang
disekitar serta dinilai baik dimata Tuhan
Hal
- Hal yang dapat menghilangkan kejujuran :
Bohong,
Mencuri,
Manipulasi,
Inkar
janji.
KECURANGAN
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan berusaha.
Kecurangan
menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang
berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling
kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
Jenis
kecurangan
Sebagai
konsep legal yang luas, kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang
disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak
lain. Dua kategori yang utama adalah
pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva.
- Pelaporan Keuangan yang Curang
Pelaporan
keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan
yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan
itu.Pengabaian jumlah kurang lazim dilakukan, tetapi perusahaan dapat saja
melebihsajikan laba dengan mengabaikan utang usaha dan kewajiban lainnya.
- Penyalahgunaan aktiva.
Penyalahgunaan
(misappropriation) aktiva adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva
entitas.Pencurian aktiva perusahaan sering kali mengkhawatirkan manajemen,
tanpa memerhatikan materialitas jumlah yang terkait, karena pencurian bernilai
kecil menggunung seiring dengan berjalannya waktu.
PERHITUNGAN
(HISAB)
Di
negara kita ada suatu lembaga khusus yang menangani kejahatan yaitu POLISI,
disini polisi akan menyelidiki, dan mengungkap berbagai macam kasus kejahatan
yang di lakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan yang
selanjutnya akan diserahkan kepengadilan untuk diproses menurut UUD.
Dalam
islam kita kenal yaitu Yaumul hisab yaitu hari perhitungan segala amal dan
perbuatan kita semasa hidup kita didunia. disini manusia yang telah meninggal
akan di hitung semua amal baik dan buruknya jika amal baiknya lebih banyak maka
iya akan masuk surga dan jika amal buruknya jauh lebih banyak maka akan masuk
neraka. dan di neraka inilah segala perbuatan jahat manusia di dunia akan di
balas sesuai dengan banyaknya kejahatan mereka didunia.
PEMULIHAN
NAMA BAIK
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup.
Nama
baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya.
tingkah
laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan
santun,
disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan – perbuatan yang
dihalalkan
agama.
Pada
hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya; bahwa apa yang telah diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran
moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
Ada
tiga macam godaan yang merusak nama baik, yaitu harta, tahta, dan wanita.
Jalan
yang dapat merusak nama baik antara lain, antara lain, fitnah, membohong, suap,
mencuri, merampok dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
Untuk
memulihkan nama baik, manusia harus berubah menjadi lebih baik dan minta maaf.
Untuk
merehabilitasinya, hanya perlu dua langkah yang bisa dilakukan:
1.
Identifikasi penyebab rusaknya nama baik.
2.
Lakukan upaya pemulihan
Cara
untuk memulihkan nama baik:
Bila
kerusakan nama baik akibat suatu kesalahan, akuilah kesalahan itu, lalu
ungkapkan penyesalan dan permohonan maaf.
Bila
kerusakan nama akibat suatu kegagalan, jalan terbaik adalah menebus kegagalan
itu dengan mencapai prestasi lebih baik.
Bila
kerusakan nama baik akibat kesalahpahaman, carilah jalan untuk menjelaskan
duduk perkara yang sebenarnya.
Bila
kerusakan nama baik akibat fitnah, tunjukkan dengan bukti dan fakta yang
membantah fitnah itu.
PEMBALASAN
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Dimana ada korban yang dirugikan
atas reaksi itu, pembalasan dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang
seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam
Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan akan memberikan
pembalasan bagi orang-orang yang bertaqwa yaitu dengan surga. Bagi yang tidak
bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan atau siksaan dan bagi yang
mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan atau siksaan api neraka.
Pembalasan
disebabkan sifat dendam. Dendam merupakan sifat yang di benci oleh tuhan, dan
merupakan sifat tercela, sifat ini belum akan merasa puas apabila diri kita
belum membalaskan kekecewaan atau kekesalan hati kita terhadap oarang yang
melakukan kejahatan kepada kita.
Ketidakadilan
Negara Terhadap Rakyat
(
Studi Kasus Lumpur Lapindo)
Tulisan ini mengkaji ketidakadilan
Negara terhadap Rakyat, dalam kasus Lumpur Lapindo, Jawa Timur. Indonesia
adalah Negara yang besar karena telah mendapat
legitimasi oleh seluruh dunia menjadi Negara merdeka. Namun dalam
kenyataannya bangsa ini belum sungguh –sungguh bebas merdeka. Kita bisa lihat
saja dari kasus Lumpur lapindo yang terjadi Jawa Timur, seakan Negara menganak
tirikan daerah tersebut. Karena sejak 29 mei 2006 hingga kini petaka Lumpur
lapindo seakan masih menjadi kelabu bagi masyarakat Jawa Timur dan sekitarnya.
Pemerintah hanya sibuk menyelesaikan kasus – kasus yang bertemakan korupsi,
demokrasi, namun melupakan kebebasan rakyat seutuhnya. Mereka lupa bahwa Negara
wajib menciptakan kesejahterakan, keadilan bagi rakyat sesuai dengah amanat
Pancasila.
Namun hingga akhir 2009 sudah sekitar Rp 4
triliun uang negara (APBN) tersedot untuk menyelesaikan masalah Lumpur Lapindo.
Kasus lumpur itu menjadi salah satu bukti kedigdayaan Grup Bakrie, yang membuat
hukum Negara ini lumpuh tak berdaya. Semburan lumpur mengakibatkan beberapa
dampak baik dari segi sosial, budaya, politik, ekonomi, dan hukum. Belum lagi
kehancuran infrastruktur seperti rel kereta api, jalan Tol Porong-Gempol yang
merupakan nadi utama transportasi ditutup secara permanen, dan jalan-jalan umum
lainnya.
Dalam beberapa kasus Walhi pernah
mencoba mengajukan gugatan perdata kepada Lapindo Brantas Inc, korporasi
terkait kejadian ini. Namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan
Walhi dengan alasan bahwa semburan lumpur Lapindo terjadi karena bencana alam.
Hakim menggunakan keterangan ahli yang diajukan pihak Lapindo sebagai alat
bukti, padahal keterangan ahli itu bukan alat bukti dalam hukum acara perdata.
Itu melanggar standar hukum pembuktian menurut Pasal 1886 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Pasal 164 Herzienne Inlandsche Reglement (HIR).
Kini, bola hukum perkara Lapindo tinggal ditangan Komnas HAM. Tim Adhoc
Pelanggaran HAM Berat dalam Kasus Lumpur Panas Lapindo masih bekerja untuk
menemukan alat bukti pelanggaran HAM berat perkara lumpur itu, termasuk adanya
unsur ”kesengajaan”.
Dalam perkara ini, Lapindo dan pejabat
yang memberi izin pengeboran gas bumi di Sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) Porong
itu jelas sengaja melanggar hukum. Jarak sumur pengeboran itu dengan permukiman
penduduk terlalu dekat (menurut BPK, sekitar lima meter). Ketentuan Badan
Standar Nasional Indonesia Nomor 13-6910-2002 tentang Operasi Pengeboran Darat
dan Lepas Pantai di Indonesia, sumur-sumur pengeboran harus berjarak
sekurang-kurangnya 100 meter dari jalan umum, rel kereta api, perumahan, dan
tempat-tempat lainnya. Pengeboran sumur BJP-1 juga tidak sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo (Perda Nomor 16 Tahun 2003). Peruntukan
lokasi tanah Sumur BJP-1 tersebut adalah untuk kegiatan industri non
kawasan,bukan untuk pertambangan.
Penanganan semburan lumpur Lapindo di
Sidoarjo, Jawa Timur, hingga tertanggal 30 Mei 2010 sudah mencapai Rp4,3
triliun. Namun pemerintah masih akan menggelontorkan dana untuk penanganan
lumpur hingga 2014 nanti sebesar Rp11,5 triliun. Membengkaknya dana rakyat
untuk penanganan lumpur Lapindo itu tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM). Dalam dokumen tersebut, pemerinah akan menggelontorkan
lagi dana untuk penanganan lumpur Lapindo sebesar Rp7,2 triliun, untuk tahun
2011 hingga 2014 mendatang. Anggaran tersebut akan dialokasikan ke Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk menangani semburan lumpur,
penanganan sosial dan infrastruktur. Pembangunan relokasi infrastruktur
meliputi pembangunan jalan arteri porong, jalan tol dan jalur rel kereta api.
Sehingga dana yang digunakan utuk penanganan lumpur Lapindo mencapai Rp11,5
triliun, karena pada tahun 2007 hingga 2010 pemerintah sudah menggelontorkan
anggaran Rp4,3 triliun.
Semburan lumpur ini telah menenggelamkan
12 desa, 24 pabrik, dan memaksa lebih dari 30 ribu warga terusir dari rumah
mereka. Namun, didalam pengelolaan penanganan lumpur ini dinilai kurang
transparan. Jumlah uang dinilai tidak sebanding dengan upaya penanganan yang
dilakukan BPLS. Volume lumpur yang saat ini tertampung di kolam penampungan
seluas 620 hektare sudah mencapai 12 juta meter kubik. Upaya pembelian kapal
keruk dan mesin pompa untuk mengalirkan lumpur ke Kali Porong sulit dilakukan.
Demikian pula dengan pembangunan relokasi infrastruktur ternyata juga tersendat
karena terkendala pembebasan lahan.
Pembayaran ganti rugi kepada para korban
semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas di tiga desa, yakni Pejarakan,
Kedungcangkrin dan Besuki, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sampai saat ini
masih tersendat. Sesuai Perpres Nomor 48 Tahun 2008, tiga desa tersebut
ditetapkan masuk peta terdampak II dan pembayaran atas aset warga yang terkena
lumpur menjadi tanggungan pemerintah. Model pembayaran yang ditetapkan kepada
korban di tiga desa tersebut menggunakan skema pembayaran yaitu uang muka 20
persen dan 80 persen sisanya dibayar secara mencicil. Sama persis dengan skema
yang dipakai PT Minarak Lapindo Jaya pada 2008. Pemerintah telah mengucurkan dana sekitar Rp 102 miliar
untuk membayar uang muka 20 persen bagi warga di tiga desa tersebut. Kemudian
pada 2009 pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 160 miliar lagi untuk membayar
angsuran sisanya. Sejak 2007 pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk
penanggulangan lumpur Lapindo sekitar Rp 1,2 triliun per tahun. Namun
penyerapan anggaran itu masih terbilang kecil, cuma sekitar 50-60 persen. Hal
itu karena sebagian besar anggaran untuk keperluan relokasi infrastruktur. Dan,
sampai sekarang relokasi infrastruktur masih tersendat-sendat pelaksanaannya.
Menurut teori Marx Weber hukum itu
dipengaruhi salah satunya oleh politik. Kita sama –sama tahu bahwa perusahaan
yang mengakibatkan Lumpur ini pemiliknya adalah Aburizal Bakrie (Ical) yang
memliki tugas baru yaitu Ketua Harian Sekber (Sekretariat Bersama ). Memang
Pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Koalisi ini menuai beragam kritik.
Karena kewibawaan SBY sudah diambil setengahnya oleh Ketua Harian Sekber Koalisi.
Sekber memiliki peluang besar untuk mengendalikan pemerintahan. Hal tersebut
karena posisi kuat yang dimiliki oleh Ketua Golkar dalam struktur Sekber Partai
Koalisi. Seakan – akan Aburizal Bakrie (Ical) mampu menunggangi pemerintah ini
dengan berbagai cara apapun.
Negara ini seakan tidak mampu mengatasi
masalah Lumpur Lapindo milik Aburizal Bakrie (Ical), pemerintah hanya sekedar
menggertak saja namun dalam kenyataannya masih ada masyarakat yang terkena
Lumpur Lapindo ini yang belum menerima ganti rugi secara adil. Bila ditelaah
dengan konsep hukum maka kasus ini sesuai dengan Mahzab Formalistis ( Jhon
Austis) yang mengatakan bahwa hukum dibuat untuk kepentingan penguasa dan atas
pemeritah sehingga rasa tidak diperhatikan. Dalam kasus Lumpur Lapindo ini kita
bisa menggunakan teori konflik. Menurut Dahrendorf konflik adalah kelompok semu
yaitu para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan. Kelompok
kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota
yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya
konflik dalam masyarakat. Tidak hanya itu, Dahrendorf mencoba mencontohkan.
Dalam sebuah masyarakat yang terdiri dari dua kelompok, yaitu pemegang otoritas
(superordinan) dan kelompok yang dikuasai (subordinan).
Dalam kasus Lumpur lapindo, superordinan
adalah perusahaan Lapindo, sedangkan subordinan adalah masyarakat sidoarjo dan
sekitarnya. Dengan kepentingan dan kekuasaanya kelompok superordinan yang
dikelompoki oleh para pengusaha ingin mencoba menguasai daerah tersebut namun
masyarakat setempat yang tidak memiliki kekuatan penuh mencoba berontak dan itu
semua akan menimbulkan sebuah konflik. Menurut dahrendorf pula, kepentingan
selalu memiliki suatu harapan-harapan. Dalam hal ini perusaahaan Lapindo
memegang peran demi keuntungan perusahaan sebagai suatu keseluruhan dan dalam
kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan. Ada asumsi yang mengatakan bahwa
konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang
muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Di dalam pengamatan penulis, kasus
Lumpur Lapindo ini ditekankan oleh perusahaan Lapindo yaitu sistem jual beli,
seharusnya adalah ganti rugi. Jadi bila hasil kesepatan jual beli itu lebih
kepada negosiasi yang sifatnya memaksa. Para korban pun hanya bisa menerima
nasib yang tidak wajar oleh para penguasa kepentingan. Negara pun tak bisa
berbuat banyak karena dari awal Negara tidak bersikap tegas kepada perusahaan
Aburizal Bakrie (Ical). Padahal Presiden kita itu dipilih langsung oleh rakyat
dengan kemenangan 60 % namun tidak bisa tegas.
Memang konflik yang terjadi dalam kasus
Lumpur Lapindo ini adalah konflik yang realistik yaitu terlihat atau nyata. Di
mana benar –benar kasus ini adalah kasus besar yang mungkin bisa melebihi kasus
Bank Centuri yang beberapa bulan yang lalu sempat menghebohkan masyarakat
Indonesia. Karena kasus Lumpur Lapindo ini menyangkut hajat orang banyak,
dengan bencana seperti ini segala aktivitas terasa tersendat. Seharusnya hukum
di Indonesia itu harus ditegakkan, tidak ada tebang pilih dalam memberlakukan
hukum. Setiap yang bersalah haruslah di hukum sesuai aturan yang berlaku.
Jangan rakyat ini di bohongi oleh kebijakan atau aturan main para pengusasa
yang selalu haus akan kekuasaan.
Di sela memperingati empat tahunnya
bencana Lumpur Lapindo. Ratusan korban lumpur Lapindo menggelar aksi teatrikal
dengan membawa patung bergambar Aburizal Bakrie sebagai bentuk refleksi
peringatan empat tahun luapan lumpur Lapindo. Dalam aksi tersebut warga juga
meminta kepada pemerintah dan Lapindo bertanggung jawab atas terjadinya
perstiwa luapan lumpur panas sejak 29 Mei 2006. Mereka meminta supaya
percepatan ganti rugi terhadap korban lumpur ini segara dilunasi dan warga bisa
segera menempati rumah baru.
Ada fenomena menarik, yaitu munculnya
Yuniwati Teryana, Wakil Presiden Direktur Lapindo Brantas Inc, perusahaan
penanggung jawab kasus lumpur Lapindo sebagai calon bupati Sidoarjo. Wiwid
Suwandi, petinggi perusahaan yang sama, juga muncul sebagai calon bupati. Apa
makna kemunculan mereka sebagai calon bupati Sidoarjo? Apakah warga Sidoarjo
telah melupakan kasus Lapindo?. Memang kekuasaan politik di Negeri ini telah
melebur menjadi satu, yaitu monarki. Seakan para pengusaha mampu mengusai
koalisi pemerintah dengan asas kebersamaan.
Kesimpulan :
Setelah membaca dan menganalisa kejadian
kasus yg terjadi dan kasus ini sangat tidak adil terhadap rakyat yg terkena
dampak lumpur lapindo yg sudah 10 tahun lebih terjadi, saya bisa menyimpulkan
bahwa ketidakadilan Negara terhadap Rakyat yg terkena dampak lumpur sangat
terasa pada kasus Lumpur Lapindo yang menyebabkan mereka semua kehilangan
rumah, lahan pekerjaan, dan lainnya. Karena ketidakseriusan Negara dalam
bersikap tegas terhadap perusahaan yang dikomandai oleh Ketua Harian Sekber
(Sekretariat Bersama) dan sekaligus Ketua Umum Partai Golkar. Ini harus menjadi
perhatian pemerintah maupun pihak – pihak yang terkait dalam terjadinya luapan
lumpur lapindo, dalam menanggani masalah yang terjadi yang sudah sekian lama terjadi,
rakyat pantas untuk mendapatkan keadilan yang jelas dari para pelaku kasus
lumpur lapindo dengan cara saling bermusyawarah dan ganti rugi sesuai kerugian
yang ditanggung semua masyarakat yg terkena dampak lumpu lapindo.
REFERENSI :
Mahasiswa
jurusan Sosilogi dengan program studi Sosiologi Pembangunan Non Reguler 07,
untuk menyelesaikan tugas Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Sosiologi
Hukum.
Menurut
sumber dari KPU 73.874.562 Suara.
https://10menit.wordpress.com/tugas-kuliah/ilmu-budaya-dasar-manusia-dan-keadilan-bab7/
John. Political Liberalism,
The John Dewey Essays in Philosophy, 4. New York: Columbia University Press,
1993.
The Evolution Of Civilizations: an
introduction to historical, Macmillin
Company, New York, First edition published 1961; Liberty Fund, Inc.,
Thomas Nagel, ‘The Problem of Global
Justice’, Philosophy and Public Affairs33(2005): 113-47. p. 113.
Nama kelompok :
M.Eko Saputra
Prio Himawan
Rahmat Arifianto
Komentar
Posting Komentar